Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Berita

Tambang di Raja Ampat: Pengabaian Pemerintah Terhadap Kerangka Hukum Nasional

807
×

Tambang di Raja Ampat: Pengabaian Pemerintah Terhadap Kerangka Hukum Nasional

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Raja Ampat, Jurnal Hukum Indonesia.–

dengan gugusan pulau-pulau karstnya yang ikonik, keanekaragaman hayati lautnya yang tak tertandingi, dan ekosistem terumbu karang yang menjadi surga bawah laut, telah lama diakui sebagai salah satu permata konservasi dunia.
Namun, beberapa kawasan di raja ampat seperti pulau Gag, Kawe, dan Manuran kini dijadikan lokasi tambang. Padahal, ketiganya merupakan pulau kecil yang harus dilindungi.

Example 300x600

Dari kacamata hukum, isu pertambangan di Raja Ampat adalah sebuah kompleksitas yang melibatkan berbagai macam regulasi, kewajiban negara, dan potensi pelanggaran. Pertama dan yang paling utama, adalah prinsip-prinsip perlindungan lingkungan yang melekat pada status Raja Ampat. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) secara tegas mengamanatkan pencegahan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Kegiatan pertambangan, terutama yang berskala besar, memiliki potensi dampak lingkungan yang signifikan, pencemaran air dan tanah, hingga kerusakan habitat laut. Mengizinkan atau bahkan memfasilitasi pertambangan di wilayah dengan sensitivitas ekologis setinggi Raja Ampat adalah bentuk kelalaian dalam menjalankan amanat UU PPLH.

Selain UU PPLH, Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, secara tegas telah mengatur bahwa Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di
sekitarnya diprioritaskan untuk kepentingan konservasi, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, budi daya laut, pariwisata, usaha perikanan dan kelautan serta industri perikanan secara lestari, pertanian organik, peternakan, dan/atau, pertahanan dan keamanan negara. Kehadiran izin pertambangan di pulau Gag, Kawe, Manuran, menunjukkan adanya pengabaian perintah terhadap kerangka hukum nasional yang seyogyanya menjadi dasar utama dalam pengelolaan sumber daya alam.

Aspek hukum lain yang tak kalah penting adalah hak-hak masyarakat adat. Masyarakat adat Raja Ampat memiliki keterikatan yang kuat dengan tanah, laut, dan sumber daya alam di wilayah mereka. Pengakuan hak-hak mereka dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang mengakui hak asal usul dan hak tradisional masyarakat hukum adat. Proyek pertambangan seringkali mengabaikan proses Persetujuan Bebas, Didahulukan, dan Diinformasikan, sebuah prinsip fundamental dalam hukum internasional dan nasional untuk melindungi hak-hak masyarakat adat. Tanpa proses yang sah, setiap izin pertambangan yang dikeluarkan di wilayah adat Raja Ampat dapat dianggap cacat hukum dan melanggar hak asasi manusia.

Isu pertambangan di Raja Ampat adalah sebuah ujian bagi komitmen hukum Indonesia terhadap perlindungan lingkungan, hak asasi manusia, dan pembangunan berkelanjutan. Berbagai undang-undang dan peraturan yang berlaku secara tegas melarang atau setidaknya membatasi aktivitas yang merusak lingkungan di kawasan konservasi. Kewajiban negara untuk melindungi dan melestarikan warisan alam ini jauh lebih besar daripada potensi keuntungan ekonomi jangka pendek dari pertambangan. Raja Ampat harus tetap menjadi zona konservasi yang lestari, bukan medan eksploitasi yang merusak.

Oleh: Khoiron Febrianto
Ketua Umum Forum Riset & Diskusi Mahasiswa Fakultas Hukum

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *