Oleh : Maulana Mohammad Nur
Bangkalan,Jurnal Hukum Indonesia.–
Hidup sering kita bayangkan sederhana: lahir, tumbuh, sekolah, kerja, lalu menua. Tapi kenyataannya, hidup nggak sesederhana garis lurus. Rasanya lebih mirip lingkaran penuh kejutan, kadang bikin kaget, kadang bikin kita tersenyum tanpa alasan.
Yang menarik, hidup itu nggak melulu soal hal-hal besar. Justru seringnya, hal-hal kecil yang bikin kita merasa hidup—ngobrol ringan sama teman, secangkir kopi di pagi hari, atau sekadar menikmati sepi di malam yang tenang. Dari momen-momen sederhana itulah kita belajar, ternyata kebahagiaan nggak selalu butuh panggung megah.
Tentu, nggak semua hari berjalan mulus. Ada waktu di mana langkah terasa ringan, tapi ada juga masa-masa di mana semuanya seperti berat banget. Kadang bikin capek, kadang bikin ingin berhenti. Tapi justru di situlah kita belajar: susah itu bukan musuh, tapi guru. Dari situ kita diajarin sabar, kuat, dan lebih bisa menerima kenyataan kalau nggak semua hal bakal sesuai dengan rencana kita.
Dan di tengah perjalanan itu, kita sering bertanya ke diri sendiri: “Sebenarnya aku ini hidup buat apa, sih?” Jawabannya bisa beda-beda, tergantung orangnya. Ada yang nemuin makna lewat kerjaan, ada yang lewat keluarga, ada juga yang lewat doa dan renungan dalam diam. Mungkin memang bukan jawabannya yang penting, tapi proses mencarinya.
Pada akhirnya, hidup ini perjalanan pulang. Kita lahir dengan tangan kosong, nanti pun akan kembali dengan tangan kosong. Yang bisa benar-benar kita tinggalkan hanyalah jejak kebaikan untuk orang lain. Karena mungkin, ukuran hidup bukan seberapa lama kita ada di dunia, tapi seberapa dalam kita bisa memberi makna.
Ahad, 14 September 2025.
Buya Dr. Mohamad Djasuli,(Pengasuh PPM Tebu Falah Telang Kamal)