Oleh: Shihhatul Afiyah (Sastra Inggris)
Bangkalan,Jurnal Hukum Indonesia.–
Perkembangan politik Indonesia dalam era demokrasi modern tidak bisa dilepaskan dari peran generasi muda. Salah satu kelompok yang saat ini mendapat perhatian besar adalah Generasi Z, yaitu individu yang lahir sekitar tahun 1997–2012. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Pemilu 2024 kelompok milenial dan Gen Z mencakup lebih dari 50% total pemilih, menjadikan mereka penentu arah politik nasional.
Sebagai digital native, Gen Z tumbuh dalam lingkungan yang sarat dengan teknologi, informasi instan, serta media sosial. Hal ini membentuk cara pandang dan gaya partisipasi politik mereka yang berbeda dari generasi sebelumnya. Namun, muncul pertanyaan penting: sejauh mana Gen Z benar-benar berperan dalam politik Indonesia? Apakah keterlibatan mereka hanya sebatas ruang digital, atau mampu berdampak nyata pada demokrasi? Artikel ini mencoba menjawab pertanyaan tersebut melalui analisis peran, tantangan, dan peluang politik Gen Z di era digital.
karakteristik Generasi Z yang Mempengaruhi Politik
Digital Native
Gen Z terbiasa menggunakan teknologi sejak kecil. Media sosial seperti Instagram, TikTok, dan Twitter/X menjadi sumber utama informasi, termasuk informasi politik. Hal ini membuat mereka cepat menerima isu, sekaligus cepat menyebarkannya.
Kritis dan Rasional
Generasi ini cenderung menilai politisi berdasarkan rekam jejak dan isu substantif, bukan sekadar citra atau simbol. Meski begitu, sebagian masih skeptis terhadap lembaga politik yang dianggap penuh korupsi dan konflik kepentingan.
Berorientasi Isu
Berbeda dari generasi sebelumnya yang sering terjebak pada politik identitas, Gen Z lebih tertarik pada isu global seperti krisis iklim, keadilan sosial, pendidikan, hak asasi manusia, dan transparansi pemerintahan.
Bentuk Partisipasi Politik Generasi Z
1. Partisipasi Digital (E-Politics)
Media sosial menjadi arena utama politik bagi Gen Z. Mereka aktif membuat konten, berdiskusi, hingga mengkritik kebijakan pemerintah. Fenomena seperti tagar #ReformasiDikorupsi, #SaveKPK, atau kampanye lingkungan menunjukkan kekuatan aktivisme digital.
2. Partisipasi Konvensional
Selain di dunia maya, sebagian Gen Z juga berpartisipasi dalam politik formal, seperti menggunakan hak pilih dalam pemilu, mengikuti organisasi kemahasiswaan, komunitas sosial, hingga terlibat dalam kegiatan politik di tingkat lokal.
3. Politik Gaya Baru
Gen Z mengadopsi pola partisipasi politik yang lebih kreatif, seperti kampanye lewat meme, video TikTok, atau podcast. Cara ini lebih menarik dan mudah menjangkau sesama anak muda, sekaligus menjadi strategi baru dalam komunikasi politik.
Tantangan Partisipasi Politik Gen Z
Disinformasi dan Hoaks
Tingginya arus informasi membuat Gen Z rawan terjebak hoaks politik yang disebarkan melalui media sosial.
Apatisme Politik
Sebagian Gen Z menganggap politik “kotor” sehingga memilih untuk tidak berpartisipasi, terutama dalam politik formal.
Kurangnya Representasi
Walau jumlahnya besar, Gen Z masih minim representasi di parlemen atau partai politik. Dominasi elite tua membuat suara mereka kurang terakomodasi secara langsung.
Peluang dan Kontribusi Gen Z bagi Demokrasi
Penentu Hasil Pemilu
Dengan jumlah pemilih yang signifikan, Gen Z berpotensi menjadi faktor penentu dalam setiap kontestasi politik.
2. Mendorong Politik Berbasis Isu
Fokus mereka pada isu-isu aktual dapat menggeser politik dari sekadar pencitraan menuju perdebatan substansi kebijakan.
Inovasi dalam Aktivisme
Kreativitas Gen Z di media sosial mendorong lahirnya gaya politik baru yang lebih inklusif, partisipatif, dan dekat dengan masyarakat luas.
Kesimpulan
Generasi Z merupakan kekuatan politik baru yang sedang tumbuh dalam demokrasi Indonesia. Mereka hadir dengan karakteristik yang unik: melek teknologi, kritis, dan berorientasi pada isu. Partisipasi politik Gen Z tidak hanya terlihat di ruang digital, tetapi juga dalam bentuk konvensional, meskipun masih menghadapi tantangan berupa apatisme, hoaks, dan minimnya representasi.
Meski demikian, peluang yang dimiliki Gen Z sangat besar. Dengan literasi politik yang baik, mereka dapat menjadi agen perubahan, penentu hasil pemilu, serta penggerak politik berbasis isu. Oleh karena itu, meningkatkan kesadaran politik, memperkuat pendidikan kewarganegaraan, dan membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi Gen Z menjadi kunci untuk memperkuat demokrasi Indonesia ke depan.
Selasa, 02 September 2025.
Buya Dr. Mohamad Djasuli,(Pengasuh PPM Tebu Falah Telang Kamal)



















