Penulis: Miadatul Abdiyah, Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Trunojoyo Madura
Bangkalan, Jurnal Hukum Indonesia.-
Pada tanggal 3 November, saya dan lima orang teman “Nanda, Wilda, Indah, Safira, dan Karima” memulai petualangan mendaki Gunung Penanggungan. Pendakian ini adalah momen yang kami tunggu-tunggu untuk melarikan diri sejenak dari hiru pikunya tugas kuliah yang begitu banyak dan menikmati alam. Dengan semangat yang membara, kami memulai perjalanan penuh cerita dan pengalaman tak terlupakan.
Persiapan Menuju Basecamp
Perjalanan dimulai sekitar pukul 09.30 pagi. Kami berkumpul dan berangkat menuju basecamp. Namun, di tengah perjalanan, kami memutuskan untuk mampir ke sebuah Indomaret untuk membeli camilan, sekaligus menunggu carrier milik teman Nanda yang sedang dalam perjalanan. Waktu satu jam menunggu terasa lama, tetapi kami mengisinya dengan obrolan santai dan lelucon, menambah kehangatan di antara kami.
Akhirnya, carrier tiba, dan kami segera melanjutkan perjalanan menuju tempat penyewaan peralatan pendakian. Di sana, kami menyewa perlengkapan seperti tenda, matras, dan peralatan masak. Kami juga menyempatkan diri untuk packing ulang agar bawaan lebih rapi dan nyaman dibawa. Setelah semuanya siap, kami kembali melanjutkan perjalanan ke basecamp Gunung Penanggungan.
Tiba di basecamp, kami membersihkan diri dan mempersiapkan segala keperluan untuk pendakian. Udara pegunungan yang sejuk mulai terasa, menambah antusiasme kami untuk segera mendaki.
Pendakian Menuju Puncak
Tepat pukul 16.00, kami memulai langkah pertama menuju puncak. Jalur pendakian yang menanjak diiringi dengan canda tawa membuat perjalanan terasa lebih ringan. Di sepanjang jalur, kami berbagi cerita-cerita random yang memecah keheningan.
Namun, tak lama kemudian, cuaca mulai berubah. Gerimis turun perlahan, disusul dengan langit yang semakin gelap. Meskipun begitu, semangat kami tidak surut. Dengan langkah hati-hati, kami terus mendaki, menikmati suasana hutan yang tenang dan aroma khas tanah basah.
Setelah beberapa jam berjalan, rasa lelah akhirnya terbayar ketika kami sampai di puncak. Suasana di sana sangat sunyi tidak ada pendaki lain yang camp di puncak. Hanya kami berenam yang ada di sana. Awalnya, kami merasa sedikit cemas berada di tempat yang sepi, tetapi perlahan rasa takut itu berubah menjadi rasa syukur atas ketenangan yang diberikan alam.
Kehangatan di Tengah Keheningan
Kami segera mendirikan tenda di area yang cukup datar. Meski angin malam mulai berhembus, kami tetap bersemangat memasak makanan sederhana yang terasa sangat istimewa setelah lelah mendaki. Malam itu, kami menghabiskan waktu dengan bercanda riang, bercerita tentang masa lalu, dan berbagi mimpi masing-masing.
Langit di atas kami dipenuhi bintang-bintang, memberikan pemandangan yang luar biasa indah. Tidak ada suara kendaraan, tidak ada gangguan teknologi hanya kami, suara angin, dan alam yang berbicara dalam keheningan. Setelah selesai makan dan mengobrol, kami memutuskan untuk tidur. Di dalam tenda yang sederhana, kami merasa lebih dekat satu sama lain. Dinginnya malam tidak terasa karena hangatnya kebersamaan.
Pelajaran dari Pendakian Ini
Pendakian ini bukan hanya tentang mencapai puncak gunung, tetapi juga tentang perjalanan kebersamaan yang penuh makna. Di tengah lelah dan dingin, kami belajar untuk saling mendukung dan menghargai keindahan yang sederhana. Keheningan di puncak Gunung Penanggungan menjadi momen refleksi bagi kami berenam. Kami menyadari bahwa hidup ini seperti mendaki gunung—tidak selalu mudah, kadang penuh tantangan, tetapi selalu memberikan pelajaran berharga di setiap langkahnya. Pendakian ini meninggalkan kenangan yang tidak akan pernah kami lupakan. Di puncak gunung yang sunyi, kami menemukan kehangatan pertemanan yang tulus dan rasa syukur atas keindahan alam yang luar biasa.
Senin, 30 Desember 2024.
Buya Dr. Mohamad Djasuli,(Pengasuh PPM Tebu Falah Telang Kamal)