Jakarta, Jurnal Hukum Indonesia —
Siang itu, menjelang waktu istirahat dari rutinitas, jari ini tanpa sadar menelusuri dunia maya. Sebuah tulisan singkat menarik perhatian — kisah seorang pemuda yang menuturkan perjalanan hidupnya.
Tanpa terasa, air mata menetes. Ada haru, ada kagum, dan ada rasa syukur yang sulit dijelaskan.
Pemuda ini menulis tentang lika-liku kehidupannya — dari seorang penganut Katolik yang taat, hingga akhirnya memeluk Islam.
Kisah itu bermula saat ia duduk di bangku SMA kelas dua. Bersama beberapa teman, ia merencanakan pendakian gunung. Seperti kebiasaan umumnya, sebelum pendakian dimulai, mereka berdoa menurut agama dan keyakinan masing-masing. Setelah itu, perjalanan menuju puncak dimulai.
Di tengah perjalanan, salah satu temannya berbincang santai:
> “Kamu tahu, aku tadi berdoa kepada siapa, bro? Aku berdoa kepada Pemilik gunung ini. Gunung ini pun menyembah kepada-Nya.”
Ucapan sederhana itu ternyata mengguncang hatinya. Dalam langkah menuju puncak, ia menangis dalam diam. Hatinya gelisah — kepada siapa sebenarnya ia berdoa tadi? Siapa yang selama ini ia sembah?
Kegelisahan itu terus menghantuinya bahkan setelah turun dari gunung. Ia mencari jawaban dari buku-buku dan berbagai orang yang dianggap paham, namun tak satu pun memberi ketenangan. Hingga suatu hari, ia bertemu seorang teman yang santai namun khusyuk dalam Islam. Dari dialah ia mendapat jawaban yang logis, meneduhkan, dan menentramkan.
Hingga akhirnya, di semester kedua masa kuliahnya, ketika cahaya hidayah benar-benar menyentuh hati, ia dengan penuh keyakinan mengucapkan dua kalimat syahadat. Sejak saat itu, ia rela kehilangan kenyamanan keluarga, dikucilkan oleh lingkungan, dan memulai hidup dari nol.
Ia berkhidmah di masjid yang menjadi tempat tinggal barunya, bekerja keras demi kelanjutan hidup dan kuliahnya.
Kini, Alhamdulillah, Allah membalas setiap derita dan doa khusyuknya dengan kemudahan dan keberkahan. Pemuda itu kini hidup mapan, istiqamah dalam iman, dan kian kuat dalam pelukan Islam.
Sebuah kisah sederhana namun sangat menggugah.
Begitu lembut Allah menyentuh hatinya — hanya melalui percakapan santai di perjalanan mendaki gunung.
Pemuda yang istimewa. Yang Allah pilih dengan kasih sayang-Nya.
Semoga kita semua senantiasa istiqamah dalam iman. Aamiin.
Akhir Oktober 2025
IIS ALI – Jakarta



















