Surabaya, Jurnal Hukum Indonesia.–
30 September 2025 – Sejumlah kalangan menilai berbagai program yang digagas Wali Kota Surabaya dengan label “Tangi Turu” justru berpotensi menambah beban kota, baik dari sisi keuangan maupun efektivitas kebijakan.
Istilah “Tangi Turu” digunakan untuk menggambarkan gaya kebijakan yang dicanangkan secara cepat dan serentak. Program-program seperti parkir gratis di minimarket, pengembangan Kampung Madani/Pancasila, gerakan literasi melalui Taman Bacaan Masyarakat (TBM), hingga Kota Layak Anak, dinilai ambisius tetapi belum diimbangi dengan regulasi, perencanaan, serta anggaran yang matang.
Dari sektor parkir misalnya, laporan menyebut sebagian minimarket hanya membayar tarif tetap bulanan meski volume kendaraan tinggi. Kondisi ini dikhawatirkan menimbulkan kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sementara program Kampung Madani dan TBM dipandang lebih menonjol pada aspek simbolis, belum menyentuh indikator kesejahteraan warga secara nyata.
DPRD Surabaya juga memberi peringatan terkait beban keuangan kota. Saat ini Pemkot masih memiliki kewajiban utang ratusan miliar rupiah, namun direncanakan kembali melakukan pinjaman dalam skala besar. Kondisi ini dikhawatirkan akan menyedot ruang fiskal sehingga mengorbankan program prioritas seperti kesehatan, pendidikan, dan pelayanan publik.
Pengamat menekankan, tanpa kajian kelayakan, partisipasi publik, dan evaluasi rutin, kebijakan “Tangi Turu” berisiko lebih menjadi beban daripada manfaat. Pemkot diminta lebih fokus pada indikator hasil yang nyata serta menjaga keseimbangan fiskal agar keberlanjutan pembangunan kota tidak terganggu.