Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Jakarta

Filsafat, Tasawuf, dan Perilaku Kyai Mim: Sebuah Telaah Publik

825
×

Filsafat, Tasawuf, dan Perilaku Kyai Mim: Sebuah Telaah Publik

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Penulis: IIS ALI

 

Example 300x600

Jakarta, Jurnal Hukum Indonesia.–

5 Oktober 2025, Akhir-akhir ini publik ramai memperbincangkan perseteruan antar tetangga di wilayah Malang, Jawa Timur. Masalah yang sejatinya bisa diselesaikan di ranah privat, justru melebar menjadi konsumsi publik—bahkan menyeberang batas negara melalui media sosial. Miris, memang.

Penulis baru saja mengikuti perkembangan kasus ini, meski sejatinya sudah cukup lama merebak. Perseteruan antara Kyai Mim dan Ibu Sahara kabarnya bermula dari perkara sepele—lahan parkir. Namun, kasus ini menjadi perhatian luas setelah unggahan-unggahan Ibu Sahara di media sosial viral dan menuai reaksi beragam dari warganet.

Banyak hujatan diarahkan kepada Kyai Mim. Hal ini dipicu oleh sejumlah rekaman dan potongan video yang memperlihatkan perilaku Kyai Mim yang dianggap “nyeleneh”—seperti tiba-tiba menggulingkan diri di tanah, atau tampil dengan kondisi yang tampak seperti orang terserang stroke.

Belakangan, barulah muncul penjelasan yang lebih jernih tentang latar belakang sikap tersebut.

Kyai Mim bukan orang sembarangan. Ia bergelar Doktor Studi Islam, dan dikenal sebagai mantan dosen senior filsafat dan tasawuf di Pascasarjana UIN Malang. Dua bidang keilmuan ini adalah cabang ilmu tingkat tinggi yang tak mudah dikuasai, apalagi diterapkan dalam kehidupan nyata.

Tasawuf mengajarkan tentang penyucian jiwa dan hati untuk mendekatkan diri kepada Allah, serta melatih diri menuju kesempurnaan spiritual.
Sementara filsafat menekankan penggunaan akal dan rasio dalam mencari hakikat dan kebenaran segala sesuatu.

Kedua disiplin ilmu ini tampak bertolak belakang—yang satu menekankan rasa dan intuisi, yang lain menuntut logika dan nalar—namun sejatinya saling melengkapi dalam membentuk manusia yang utuh. Kyai Mim, sebagai sosok yang mempelajari dan menghayati keduanya, wajar jika cara berpikir dan bertindaknya tak mudah dipahami oleh orang kebanyakan.

Bagi kita yang belum memahami kedalaman ilmunya, tingkah laku semacam itu mungkin tampak aneh. Tetapi bagi mereka yang telah menempuh jalan ilmu dan makrifat, ada makna batin yang tak kasat mata di balik setiap sikap.

Penulis sendiri pernah berinteraksi dengan sosok-sosok yang mendalami bidang ini. Saat penjelasan mereka disampaikan dengan bahasa sederhana, baru terasa betapa dalam dan logisnya pemikiran itu. Semua berpangkal dari ilmu—yang tidak hanya dihafal, tapi dijalani.

Dari kasus ini, kita bisa belajar bahwa ilmu, akhlak, dan kebijaksanaan adalah kunci agar hidup tak mudah terombang-ambing oleh konflik atau prasangka. Semoga masalah antara Kyai Mim dan Ibu Sahara dapat segera berakhir dengan damai.
Bagaimanapun juga, tetangga adalah keluarga terdekat kita.

“Wallahu a‘lam bish-shawab.”

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *