Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Surabaya

BEM NUS Gelar Aksi di Surabaya, Soroti 1 Tahun Pemerintahan Prabowo–Gibran: “Militer Kembali ke Ranah Sipil”

587
×

BEM NUS Gelar Aksi di Surabaya, Soroti 1 Tahun Pemerintahan Prabowo–Gibran: “Militer Kembali ke Ranah Sipil”

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Surabaya, Jurnal Hukum Indonesia —

Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Nusantara (BEM NUS) menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Senin (20/10/2025). Aksi ini digelar bertepatan dengan satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, sebagai bentuk refleksi dan kritik terhadap arah kebijakan pemerintahan yang dinilai semakin jauh dari semangat reformasi.

Example 300x600

Dalam orasinya, para mahasiswa menilai bahwa janji kampanye untuk membawa perubahan dan keberpihakan terhadap rakyat justru berubah menjadi wajah kekuasaan yang elitis, anti-demokrasi, dan abai terhadap krisis sosial-ekonomi yang dialami masyarakat bawah.

“Setahun pemerintahan ini menunjukkan kecenderungan otoriter yang menekan ruang kritik publik,” ujar Koordinator Pusat BEM NUS saat berorasi dari atas mobil komando.
“Pemerintah telah membuka kembali ruang bagi militer untuk terlibat dalam urusan sipil—hal yang seharusnya telah ditutup sejak reformasi 1998.”

Menyoal Keterlibatan TNI di Ranah Sipil

BEM NUS menyoroti meningkatnya peran Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam berbagai program pemerintah, mulai dari pembangunan infrastruktur, urusan pangan, hingga kegiatan sosial masyarakat. Menurut mahasiswa, langkah ini mengaburkan batas antara otoritas sipil dan militer yang telah diperjuangkan selama lebih dari dua dekade reformasi.

“Ketika militer kembali diberi ruang di ranah sipil, maka prinsip supremasi sipil terancam runtuh,” ujar salah satu orator.
“Kami tidak menolak TNI, tetapi menolak penyimpangan fungsi mereka.”

 

Mahasiswa juga menyinggung potensi konflik horizontal akibat keterlibatan militer dalam urusan sipil, seperti kasus pembangunan Markas Batalyon Teritorial Pembangunan (Batalyon TP) di atas lahan seluas 50 hektare di Kaligentong, Tulungagung, yang mendapat penolakan dari warga setempat.

Lima Tuntutan BEM NUS

Dalam pernyataan sikap yang dibacakan di depan gerbang Grahadi, BEM NUS mengajukan lima tuntutan utama:

1. Menolak pembebasan lahan 50 hektare di Kaligentong, Tulungagung untuk pembangunan markas militer tanpa proses transparan dan partisipatif.

2. Mendesak Kementerian ATR/BPN agar lebih selektif dan bertanggung jawab dalam setiap proses pembebasan lahan, terutama yang merugikan masyarakat kecil.

3. Menuntut penarikan militer dari ranah sipil, serta menegakkan prinsip supremasi sipil dan akuntabilitas hukum bagi anggota TNI yang melanggar.

4. Mengecam praktik penggiringan opini publik melalui buzzer berbayar yang diduga terkait lembaga militer.

5. Menuntut evaluasi total Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dikomandoi TNI, pasca kasus keracunan massal di beberapa daerah.

 

Menurut BEM NUS, berbagai praktik tersebut menunjukkan menyempitnya ruang demokrasi dan menguatnya dominasi militer dalam politik sipil.

Suasana Aksi dan Respons Aparat

Pantauan di lapangan menunjukkan, massa aksi mulai berkumpul sejak pukul 09.00 WIB. Mereka membawa berbagai poster bertuliskan “Kembalikan TNI ke Barak!” dan “Rakyat Bukan Musuh Negara!”

Aksi berlangsung kondusif, meski sempat terjadi ketegangan kecil ketika aparat kepolisian membatasi massa agar tidak memasuki halaman Grahadi. Sekitar pukul 14.00 WIB, perwakilan BEM NUS membacakan pernyataan sikap dan menyerahkan dokumen tuntutan kepada perwakilan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

Aksi ditutup dengan menyanyikan lagu “Darah Juang” dan seruan untuk terus mengawal jalannya pemerintahan.

> “Kami tidak menolak pembangunan, tapi menolak ketidakadilan,” ujar salah satu mahasiswa dari Universitas Airlangga.
“Negara harus berpihak pada rakyat, bukan pada kepentingan elit berseragam.”

Refleksi Satu Tahun Kekuasaan

BEM NUS menilai momentum satu tahun pemerintahan Prabowo–Gibran seharusnya menjadi ajang evaluasi menyeluruh terhadap arah kebijakan negara. Namun, yang terlihat justru tanda-tanda sentralisasi kekuasaan dan penyusutan ruang kebebasan sipil.

> “Reformasi bukan sekadar catatan sejarah, ini adalah mandat yang harus dijaga,” tegas Koordinator BEM NUS menutup aksinya.
“Jika negara lupa arah, mahasiswa akan mengingatkan.”

Penutup

Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Istana maupun Kementerian Pertahanan terkait kritik BEM NUS terhadap keterlibatan militer di ranah sipil.
Aksi di Surabaya ini menambah daftar panjang gelombang protes mahasiswa di berbagai daerah yang menyerukan evaluasi terhadap pemerintahan Prabowo–Gibran setelah genap satu tahun berkuasa.

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *