Oleh: Eva Nur Hamidah
Bangkalan, Jurnal Hukum Indonesia —
Abad ke-21 ditandai dengan krisis ekologis global: pemanasan global, polusi, hilangnya hutan, hingga perubahan iklim. Semua ini menunjukkan bahwa relasi manusia dengan alam tidak lagi harmonis. Dalam konteks ini, Islam menawarkan konsep ekoteologi — pandangan teologis yang menyatukan Tuhan, manusia, dan alam dalam satu kesatuan moral dan spiritual.
Manusia sebagai Khalifah, Bukan Penguasa Mutlak
Islam menegaskan bahwa bumi adalah milik Allah, bukan manusia.
> “Kepunyaan Allah-lah segala yang di langit dan di bumi.” (QS. Al-Baqarah [2]: 284)
Manusia hanya diberi amanah sebagai khalifah fil ardh (wakil Allah di bumi) untuk memakmurkan, bukan merusak. Kerusakan lingkungan yang terjadi hari ini merupakan akibat dari pelanggaran terhadap amanah tersebut.
> “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia.” (QS. Ar-Rum [30]: 41)
Krisis lingkungan sejatinya adalah krisis spiritual — ketika manusia merasa paling berkuasa dan lupa bahwa alam adalah titipan Tuhan.
Ekoteologi: Ibadah yang Melampaui Ritual
Menjaga alam bukan sekadar tindakan moral, tetapi bagian dari ibadah. Menanam pohon, menghemat air, tidak mencemari sungai atau udara — semuanya termasuk penghambaan kepada Allah. Islam mengajarkan bahwa setiap makhluk memiliki hak untuk hidup dalam keseimbangan.
Nilai-Nilai Ekoteologi dalam Islam
1. Kesederhanaan (Zuhud & Iqtishad)
Islam melarang hidup berlebihan dan konsumsi yang boros.
“Sesungguhnya orang-orang yang boros itu adalah saudara setan.” (QS. Al-Isra [17]: 27)
2. Kebersihan dan Kelestarian (Thaharah)
Kebersihan adalah bagian dari iman. Menjaga air, tanah, dan udara dari polusi adalah penerapan nyata dari thaharah.
3. Keadilan (‘Adl & Maslahah ‘Ammah)
Eksploitasi alam yang merugikan masyarakat dan generasi mendatang adalah bentuk ketidakadilan ekologis. Kebijakan pembangunan harus berpihak pada kelestarian bumi.
Implementasi Ekoteologi di Abad ke-21
Eco-Masjid
Masjid dapat menjadi pusat edukasi lingkungan melalui penggunaan energi surya, pengelolaan air wudu, dan gerakan hijau jamaah.
Pesantren Hijau
Pesantren membangun kurikulum ekologi, menanam pohon, dan menerapkan pertanian organik sebagai praktik iman.
Eco-Jihad
Jihad ekologis: perjuangan melawan kerakusan, konsumerisme, dan budaya merusak alam.
Kebijakan Publik Berbasis Maqashid Syariah
Pemerintah diharapkan memasukkan prinsip keberlanjutan dan keadilan ekologis dalam pembangunan.
Penutup
Ekoteologi Islam menegaskan bahwa iman tidak hanya diukur melalui ibadah ritual, tetapi juga kepedulian terhadap alam ciptaan Allah. Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya dunia ini hijau dan indah, dan Allah menjadikan kalian sebagai pengelola di dalamnya. Maka lihatlah bagaimana kalian memperlakukannya.” (HR. Muslim)
Di tengah krisis iklim abad ke-21, umat Islam dipanggil untuk menghidupkan kembali nilai tauhid, amanah, dan keadilan ekologis. Menjaga bumi berarti menjaga hubungan spiritual dengan Sang Pencipta
Senin, 20Oktober 2025.
Buya Dr. Mohamad Djasuli,(Pengasuh PPM Tebu Falah Telang Kamal