oleh: Ayu maghfuriyah
Bangkalan,Jurnal Hukum Indonesia.–
Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek krusial dalam menunjang pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di tingkat daerah. Infrastruktur yang memadai tidak hanya meningkatkan produktivitas dan mobilitas masyarakat, tetapi juga menarik investasi dan membuka peluang lapangan kerja baru. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pemerintah daerah membutuhkan sumber pendanaan yang memadai dan berkelanjutan. Salah satu instrumen pendanaan yang menjadi andalan adalah pajak dan retribusi daerah. Implementasi efektif dari kedua instrumen ini menjadi faktor kunci dalam memastikan ketersediaan dana bagi pembangunan infrastruktur yang berkualitas.
Pajak daerah merupakan kontribusi wajib yang dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan tujuan memenuhi kebutuhan pembiayaan pembangunan daerah. Sedangkan retribusi daerah adalah pungutan daerah yang dikenakan kepada individu atau badan atas penggunaan jasa atau fasilitas tertentu yang disediakan pemerintah daerah. Kedua instrumen ini berperan penting dalam meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), yang merupakan sumber utama pembiayaan pembangunan, termasuk pembangunan infrastruktur.
Implementasi pajak daerah dalam mendanai pembangunan infrastruktur memiliki tantangan dan potensi yang beragam. Di satu sisi, pajak daerah seperti pajak hotel, pajak hiburan, dan pajak reklame bisa menjadi sumber pendapatan yang signifikan. Namun, efektivitas pemungutannya sangat tergantung pada kapasitas administrasi dan kepatuhan wajib pajak.
Oleh karena itu, diperlukan upaya peningkatan sistem administrasi perpajakan daerah yang modern dan transparan, termasuk pemanfaatan teknologi informasi untuk mempercepat proses pemungutan dan pengawasan.
Sementara itu, retribusi daerah seperti retribusi pasar, retribusi pengendalian menara telekomunikasi, dan retribusi izin usaha juga memberikan kontribusi yang tidak kalah penting. Pendapatan dari retribusi ini seringkali langsung dialokasikan untuk pemeliharaan dan pembangunan fasilitas yang terkait, sehingga menjadikan retribusi daerah instrumen yang lebih spesifik dalam pendanaan infrastruktur.
Penerapan retribusi yang adil dan proporsional dapat mendorong pemanfaatan layanan daerah dengan lebih optimal, sekaligus memberikan dampak positif bagi pengelolaan aset daerah.
Namun, terdapat sejumlah kendala dalam implementasi pajak dan retribusi daerah sebagai sumber pendanaan infrastruktur. Di antaranya adalah rendahnya kesadaran dan kepatuhan wajib pajak, kapasitas aparat daerah yang terbatas, serta ketiadaan sistem monitoring yang efektif.
Selain itu, adanya tumpang tindih kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah dalam pengelolaan pajak tertentu juga dapat menghambat optimalisasi penerimaan. Dengan demikian, reformasi kebijakan dan peningkatan kapasitas kelembagaan daerah menjadi langkah strategis yang mendesak.
Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah daerah perlu melakukan beberapa upaya. Pertama, memperkuat regulasi terkait pajak dan retribusi daerah agar lebih jelas dan fleksibel mengikuti dinamika perekonomian lokal. Kedua, meningkatkan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya pajak dan retribusi untuk pembangunan daerah. Ketiga, mengembangkan sistem teknologi informasi terpadu untuk mendukung administrasi perpajakan dan retribusi sehingga proses pemungutan, pelaporan, dan pengawasan lebih efisien dan transparan.
Model pengelolaan pajak dan retribusi daerah yang berbasis teknologi juga dapat memperbaiki pelayanan kepada wajib pajak serta mengurangi potensi kebocoran pendapatan. Misalnya, penerapan e-payment, e-filing, dan sistem monitoring digital yang terintegrasi dapat meningkatkan akurasi dan kecepatan pengumpulan data serta mempermudah pelaporan pajak. Hal ini juga berdampak positif pada tingkat kepatuhan wajib pajak dan dapat memperbesar kontribusi pajak serta retribusi daerah terhadap pendanaan infrastruktur.
Pada akhirnya, keberhasilan implementasi pajak dan retribusi daerah sebagai sumber pendanaan infrastruktur sangat bergantung pada sinergi antara pemerintah daerah, masyarakat, dan pelaku usaha. Pemerintah daerah harus mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif dan pelayanan yang prima agar wajib pajak merasa puas dan termotivasi untuk memenuhi kewajibannya. Sementara itu, transparansi penggunaan dana pajak dan retribusi dalam pembangunan infrastruktur perlu ditunjukkan secara nyata agar tumbuh kepercayaan publik.
Kesimpulannya, pajak dan retribusi daerah memegang peran strategis dalam menyediakan dana untuk pembangunan infrastruktur daerah. Dengan optimalisasi penerapan kebijakan, peningkatan kapasitas administrasi, dan memanfaatkan teknologi digital, pemerintah daerah dapat meningkatkan penerimaan pajak dan retribusi secara berkelanjutan. Implementasi yang tepat serta dukungan masyarakat dan pelaku usaha akan memperkuat kemandirian fiskal daerah dan mempercepat pencapaian pembangunan infrastruktur yang berkualitas, pada akhirnya mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat secara luas.
Sabtu, 18 Oktober 2025.
Buya Dr. Mohamad Djasuli,(Pengasuh PPM Tebu Falah Telang Kamal)