BANGKALAN. Jurnal Hukum Indonesia.–
Pemerintah Provinsi Jawa Timur kembali menggulirkan program pemutihan pajak kendaraan bermotor yang kini memasuki tahun keenam. Program ini berlaku mulai 14 Juli hingga 31 Agustus 2025, bertepatan dengan peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan RI.
Melalui dua Keputusan Gubernur yang ditandatangani Khofifah Indar Parawansa, kebijakan ini menyasar kelompok masyarakat tertentu yang terdampak secara ekonomi, seperti pemilik kendaraan roda dua, pengemudi ojek online (ojol), pelaku UMKM pengguna kendaraan roda tiga, serta masyarakat penerima bantuan sosial.
Kepgub Nomor 100.3.3.1/435/013/2025 mengatur pembebasan sanksi administratif atas keterlambatan pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).
Sasaran utama pembebasan ini adalah pemilik kendaraan roda dua dari keluarga kurang mampu yang terdata dalam program Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE), pengemudi ojek online, serta pelaku usaha yang menggunakan kendaraan roda tiga dengan nilai PKB maksimal Rp500.000.
Selain itu, terdapat penghapusan pajak progresif dan tunggakan PKB tahun 2024 ke bawah, khusus untuk:
1. Pemilik kendaraan penerima Program Keluarga Harapan (PKH).
2. Pengemudi ojol yang memiliki kartu anggota resmi dan terdaftar dalam aplikasi layanan.
3. Kendaraan roda tiga yang digunakan untuk usaha jasa.
4. Kendaraan roda empat berpelat kuning.
Kebijakan ini diperkuat dengan Kepgub Nomor 100.3.3.1/400/013/2025 yang memperpanjang keringanan PKB dan BBNKB hingga 31 Desember 2025. Kendaraan umum yang mendapat subsidi tetap akan dikenai tarif pajak lebih ringan tanpa kenaikan.
Kepala Administrasi Pelayanan (Adpel) Samsat Bangkalan, R. Ari Iriadi, menyatakan bahwa langkah ini diambil untuk meringankan beban masyarakat dan mendorong pemulihan ekonomi daerah.
“Program ini adalah bentuk keberpihakan pemerintah kepada masyarakat kecil. Pemilik kendaraan yang ingin memanfaatkan program ini harus datang langsung ke Kantor Samsat induk dan melalui proses verifikasi di loket layanan terpadu,” tegasnya.
Namun demikian, tidak sedikit warga yang menilai bahwa program pemutihan ini masih belum menyentuh kebutuhan masyarakat secara merata. Salah satu di antaranya warga kota menilai bahwa kebijakan ini terkesan diskriminatif karena hanya memprioritaskan golongan tertentu.
“Harusnya semua golongan masyarakat diberi kesempatan yang sama. Kami yang tidak masuk PKH atau bukan ojol juga kesulitan bayar pajak karena kondisi ekonomi belum pulih,” ujar Salim (samaran) warga Kecamatan Kota Bangkalan. Jum’at, (18/7)
Ia juga mengaku kecewa karena kendaraan miliknya tidak termasuk dalam kategori yang mendapat pembebasan tunggakan.
“Padahal kami juga butuh keringanan. Kalau hanya sebagian yang dibantu, yang lainnya merasa diperlakukan tidak adil,” katanya.
Meski begitu, Salim tetap mengapresiasi langkah pemerintah ini sebagai upaya meringankan beban kelompok rentan, namun berharap ke depan program serupa bisa diperluas jangkauannya.
“Ini sudah bagus, tapi alangkah baiknya jika ke depan pemutihan berlaku umum, tidak hanya untuk yang terdaftar dalam program tertentu,” tambahnya.
Program pemutihan ini sekaligus menjadi bentuk komitmen Pemprov Jatim dalam mendukung percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem dan pemulihan ekonomi pasca pandemi. Namun, suara-suara dari masyarakat umum menunjukkan perlunya evaluasi agar keadilan fiskal benar-benar dirasakan oleh seluruh lapisan.